Kopi tidak mengandung kolesterol,
tetapi mengandung zat yang meningkatkan kolesterol, terutama diterpenes
cafestol dan kahweol alami. Cafestol adalah zat pemicu
kolesterol yang paling kuat dalam makanan kita. Penelitian menunjukkan
bahwa penambahan 10 mg cafestol per hari selama 4 minggu meningkatkan kolesterol total 0,13 mmol / l. Dengan
rata-rata kolesterol darah 5,5 mmol / l maka ada peningkatan sekitar
2%. Peningkatan terutama pada kolesterol buruk (LDL), sedangkan kolesterol
baik (HDL) cenderung konstan. Efek meningkatkan kolesterol ini bersifat
sementara: setelah menghentikan minum kopi kolesterol akan kembali normal.
Jumlah cafestol dalam kopi
sangat tergantung pada cara penyiapan dan jenis kopinya. Ketika menyiapkan kopi
dengan disaring, misalnya dengan saringan kertas, cafestol dan
kahweol sebagian besar tersaring. Secangkir kopi saring hanya mengandung
rata-rata 0,1 mg cafestol. Padahal, kopi tubruk (yang disiapkan
dengan menuang kopi bubuk ke dalam air mendidih tanpa penyaringan)
mengandung 4-6 mg cafestol per cangkir. Kopi instan yang
dibuat dari konsentrat kopi hasil pengolahan mesin hampir tidak mengandung diterpenes
cafestol dan tidak atau sedikit sekali berpengaruh terhadap kadar
kolesterol.
Kopi Turki dan Yunani mengandung
konsentrasi cafestol dan kahweol yang relatif tinggi (4-5 mg
cafestol per cangkir). Biji kopi Arabika berisi lebih banyak cafestol
dari biji Robusta. Tidak ada pengaruhnya beralih ke kopi bebas kafein
karena kafein tidak berpengaruh pada kadar kolesterol. Bahkan, menurut
penelitian tahun 2005 oleh US National Institute of Health, peminum kopi
tanpa kafein (rata-rata 6 cangkir sehari selama 3 bulan) memiliki
kolesterol buruk (LDL) sedikit lebih rendah dibandingkan dengan orang yang
tidak atau jarang minum kopi.
Secara teoritis diketahui bahwa
peningkatan kolesterol (total) sebesar 1% dapat meningkatkan risiko penyakit
jantung sebesar 2%. Seseorang yang mengkonsumsi 10 mg cafestol per
hari (sekitar 3 cangkir kopi tubruk atau 5-6 cangkir kopi saring),
kolesterolnya naik sebesar 2% sehingga 4% lebih berisiko terkena penyakit
jantung. Jika kita berasumsi bahwa 8% orang terkena penyakit jantung sebelum usia 65 tahun,
maka risiko pada peminum kopi berat adalah 8,32% (104% x 8%). Untuk pasien
diabetes yang memiliki 40% risiko serangan jantung sebelum ulang tahunnya yang
ke-70 berarti pada peminum kopi berat risikonya meningkat menjadi 41,6% (104% x
40%). Kenaikan risiko karena minum kopi ini tentu saja lebih kecil
dibandingkan, misalnya, mengkonsumsi makanan yang kaya lemak jenuh.
Namun, ini adalah suatu perhitungan
teoritis yang sejauh ini tidak dapat dibuktikan dengan hubungan langsung antara
konsumsi kopi harian dan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular atau
prognosis setelah serangan jantung. Sebaliknya, beberapa studi
menunjukkan risiko kematian yang lebih rendah akibat penyakit
kardiovaskular pada peminum kopi. Kemungkinan, antioksidan dalam kopi
dapat menghambat peradangan dan menekan risiko penyakit jantung. Juga ada
bukti bahwa diabetes tipe 2 – yang merupakan faktor risiko
utama untuk penyakit kardiovaskular – kurang umum pada peminum kopi reguler.
Meminum kopi sampai 4 atau 5 cangkir
sehari tidak meningkatkan risiko penyakit jantung pada orang yang sehat. Namun,
penderita gangguan metabolisme lemak atau penderita kadar kolesterol tinggi
sebaiknya tidak terlalu banyak meminum kopi tubruk dan menggantinya dengan kopi
saring atau instan.